About Me

Foto saya
makassar, Sulawesi selatan, Indonesia
Saya mencintai petualangan... otomatis saya menyukai tantangan.. Go Fight!

Translate

Minggu, 27 Februari 2011

PP No 66 2010 Sungguh menggelikan

Indonesia diibaratkan sebuah rumah tangga yang sedang bangkrut. Sebuah rumah tangga yang harus menjual murah perabotan dan berbagai hartanya. Indonesia telah menggadai berbagai Badan Usaha Milik Negara karena tak lagi mampu mengelola badan usaha tersebut. Setelah PT Freeport digadai di jaman Soeharto, PT Indosat digadai di jaman Megawati, terakhir PT Krakatau Steel pun harus direlakan oleh Indonesia tuk dijual pada pihak asing. Bila Negara tak mampu lagi mengelola dan membiayai maka jalan yang ada di otak pemerintah adalah menggadai dengan seenaknya.
Pemerintah berada dalam ketakberdayaannya. Tak lagi sanggup dibebani dengan berbagai biaya yang dibutuhkan oleh rakyat. Negara kita adalah Negara yang miskin. Miskin karena keserakahan dan ketamakan koruptor yang merajalela. Kemiskinan bangsa Indonesia tampak jelas pada kebijakan yang beberapa kali merugikan rakyat. Salah satunya pada persoalan subsidi Bahan Bakar Minyak. Tak hanya itu, biaya kesakitan pun kerap menjadi sorotan di media. Hingga menyekolahkan rakyatnya, pemerintah tak tahu harus berbuat apa lagi.
Sudah kebingungan dengan berbagai persoalan yang rumit di Negara kita, pemerintah kini menggadai pendidikan dengan cara liberalisasi. Tak mampu menyubsidi pendidikan, pemerintah ingin lepas tangan dengan mengomersialisasikan pendidikan. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya dengan melahirkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Namun, para aktivis terus menggeliat menolak UU BHP. Hingga pemerintah pun harus memutar otak tuk meligitimasi liberalisasi pendidikan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Tiba-tiba pikiran nyeleneh menghinggapi. Bila PP No 66 ini berlaku di Unhas, tak dapat dibayangkan bila semuanya serba disewakan. Sarana dan Prasarana dikenai biaya atau tarif. Sekarang, mungkin kita masih dapat memaklumi di dalam area kampus, kendaraan dikenakan biaya parkir atau untuk meminjam gedung milik universitas dikenakan biaya perawatan. Tapi, tak ada yang bisa memungkiri jika kelak, Water Closet (WC) di Unhas pun akan dikenakan tarif. Dengan pemakluman bahwa tanpa biaya perawatan, WC unhas bau dan tak layak pakai.
Hingga akhirnya semua orang akan melakukan pemakluman dengan menganut paham ujung-ujungnya Duit. Dengan dalih demi kemajuan dan pengembangan kualitas, setiap orang memaklumi dengan pasrah. Sungguh pemikiran yang tak bijak.
Yang menggelikan dalam PP ini adalah tameng pernyataan bahwa disediakan beasiswa bagi yang kurang mampu dan berprestasi. Hemat kata sungguh tak dapat dipercaya. Dalam teori kesehatan, kecerdasan dipengaruhi oleh status ekonomi. Kondisi ekonomi yang buruk berpengaruh pada asupan gizi seseorang. Dan akhirnya berefek pada tingkat kecerdasan. Jadi bagaimana mungkin si kurang mampu akan mendominasi kelas berprestasi. Oleh karena itu, janji dari PP 66 ini sedari awal sudah terbantahkan. Dan tak perlu lagi ada pembenaran tuk PP ini. Bagaimana mungkin pembuat kebijakan di Negara ini tak memikirkan hal ini. Sungguh ironi, bukankah pembuat kebijakan digaji untuk memikirkan mau dibawa kemana Negara ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar