About Me

Foto saya
makassar, Sulawesi selatan, Indonesia
Saya mencintai petualangan... otomatis saya menyukai tantangan.. Go Fight!

Translate

Senin, 10 Desember 2012

Teknologi Informasi dan Komunikasi Digital ala Bambang Prastowo


Pak Bambang Prastowo memberikan kuliah mengenai Apache dan MySql, Senin (10/12)

Senin (10/12),  Pak Bambang Prastowo memberikan pemahaman mengenai MySql dan Apache dari aplikasi XAMPP. Dalam pertemuan kuliah yang ke-13 ini, Pak Bambang berusaha menjelaskan dengan sederhana mengenai cara mendesain html. beberapa Guyonan pun kerap ia lontarkan untuk mencairkan suasana kelas.
berikut hasil materi hari ini :
COBA TENGOK....
Karya Pertama menggunakan Apache XAMMP, Senin (10/12).

ini dia si ela manis, baik hati dan tidak sombong ;-)!


ia melanjutkan pendidikan di SIMKES
di UGM





IDENTITAS
AlamatSagan
Tempat dan Tanggal lahirSinjai, 2- April 19-9
Hobi

  1. Bermain Basket

  2. membaca

Kamis, 06 Desember 2012

"Lingkaran Setan" Informasi


Jarum jam menunjukkan pukul 10.00. Ruangan di depan sekertariat Sistem Infomasi Manajemen Kesehatan terlihat lengang. Tak seorang pun mahasiswa yang melewati ruangan itu. 18 mahasiswa angkatan 2012 asik beraktivitas dengan laptop mereka masing-masing. Satu persatu mahasiswa yang tadinya sibuk memencet tuts laptop tiba-tiba berhenti berbarengan ketika dosen dr. Andreasta Meliala, M.Kes, Mata Kuliah (MK) Kepemimpinan membuka pintu. Dan dibelakang punggung Pak andreasta, seorang ibu berjilbab merah  membuntutinya. Ternyata, Pak andreasta mengajak ibu itu, dr. Siti Noor Zaenab, M.Kes, untuk berbagi pengalamannya ketika menjabat sebagai kepala dinas Bantul.
 Hal yang menarik adalah alasan mengapa yang menjadi fokus sharing  untuk diskusi MK Kepemimpinan ini adalah seorang ibu yang notabene adalah mantan kepala dinas. Mengapa ia tak mengajak kepala dinas yang sedang menjabat saat ini. Ternyata, di akhir kuliah Pak Andreasta menyingkap hal itu dan ia mengatakan, bahwa ib siti adalah pensiunan yang masih aktif sebagai konsultan di Nusa Tenggara Timur.

Kuliah Kepemimpinan oleh dr. Andreasta Meliala, M.Kes dan dr. Siti Noor Zaenab, M.Kes
Pernyataan yang menarik dari Ibu Siti, “lingkaran setan informasi”. Ia menggambarkan bahwa terjadi lingkaran setan antara petugas informasi, pertugas di lapangan, dengan kepala dinas yang bertugas mengambil keputusan. Ketika informasi yang dihasilkan asal-asalan dan itu dilaporkan dan menjadi acuan pengambilan keputusan, maka akan terjadi siklus kesalahan terstruktur yang akan terus berulang.  

Hal menarik lainnya lagi adalah Ibu Siti mengandalkan kepekaannya dalam memberdayakan sumber daya di lingkungan kerjanya. Ia berusaha memanfatkan apa yang dimiliki tim untuk mencapai tujuan Dinas Kesehatan Bantul. Ia mengenali kesenangan, kelebihan dan kekurangan timnya. Oleh karena itu, ia mampu menggerakkan followership-nya untuk melaksanakan selangkah demi langkah pekerjaan mereka.

Rabu, 17 Oktober 2012

Tanda-tanda Kiamat Berbasis Kesehatan Lingkungan

Hari itu, jam di ruangan 301 menunjukkan angka 15.00 WIB. Seorang dosen dengan setelan kemeja dan rambut agak putih masuk ke dalam ruangan sambil membawa tas hitam. Pelan tapi pasti, bapak yang juga seorang dokter ini memberikan materi dengan gayanya yang nyentrik serta selengean. Kami, mahasiswanya tidak kaget lagi, maklum dialah dosen yang kerap memberikan materi kesehatan lingkungan di kelas kami, Kelas Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Sesekali agar kami tidak bosan, ia memberikan guyonan yang reflektif. Sungguh Belajar dari guru yang satu ini memang terbilang membutuhkan kacamata tersendiri untuk memahami apa yang diucapkannya. Bagi orang yang pemikirannya belum sampai, tak akan paham dengan apa yang ia ucapkan. Bapak yang menjadi sahabat bagi para tukang becak di Jogjakarta ini sering mengeluarkan pesan yang eksplisit. Jadi, pendengarnya juga harus siap dengan kesiapan methapora berpikir.
Kala itu di tengah penjelasannya mengenai paparan gelombang radiasi alat-alat elektronik di kehidupan manusia, Ia yang selalu bercerita soal kucing kesayangannya ini mengatakan, "dulu Nabi Muhammad pernah mengatakan bahwa tanda-tanda kiamat itu jika telah banyak bangunan rumah yang bertingkat-tingkat (bersusun). 

Pikiranku pun melayang, merefleksikan kata-kata bapak ini. Karena terlalu sering melihat slide gambar tumpukan sampah yang mulai menggunung di beberapa pertemuan kesehatan lingkungan, saya pun merenung dan berpendapat bahwa sebenarnya tanda-tanda kiamat itu bila dimana-mana timbunan sampah sudah setinggi rumah bertingkat.

Minggu, 14 Oktober 2012

Tak Hanya Pintar (saja) Namun Bijaksana

Sejak di bangku Sekolah Dasar, batinku selalu bergejolak. Bertanya-tanya mengapa semua anak-anak harus sekolah. Padahal dengan bermain sepuasnya dengan alam adalah hal yang lebih dari cukup. Sejak kecil, saya tak pernah memahami mengapa kami harus belajar membaca, menghitung dan berbagai aktivitas belajar lainnya. Yang saya tahu dari proses belajar itu hanyalah teman-teman pintar dan mendapatkan rangking atau juara kelas. Benak diriku yang masih kecil saat itu, masa bodoh dengan juara dan sebagainya. Karena Saya yang begitu kecil lebih menyenangi bermain dengan alam dan lingkungan sekitarku (lingkungan pasar).

Sepulang sekolah saya memilih bermain. Berjalan sepuasnya mengelilingi Kota kecilku. Tak lupa saya selalu menyempatkan berjalan-jalan dengan kaki telanjang menuju pusat penjualan sayur. Melihat tanaman-tanaman kecil yang tumbuh di bawah para pedagang sayur membuatku merasa tak sabaran. Diriku yang Mungil ini pun segera mencari bekas tempat sabun colek dan mengisinya dengan tanah. Sungguh, saya dengan wajahku yang kumal ini telaten mencabuti tanaman-tanaman kecil (bibit tomat, lombok, semangka) dan kemudian saya memindahkannya dalam wadah bekas sabun itu.

Tanpa mengingat apa itu matematika, bahasa indonesia dan sebagainya, setiap hari saya hanya fokus pada tanaman-tanaman itu. Saya yang kecil, mulai bergegas menanamnya satu persatu. Hingga akhirnya tomat kecil berbuah, lombok biji, semangka hingga pepaya ku berbuah. Sangat senang rasanya.

Saya pada saat itu dianggap paling bodoh. Ketika semua anak-anak sibuk dengan ujian dan mengejar rangking, diriku malah tak mengerti apa-apa mengenai belajar yang baik seperti apa. Malah membaca pun sangat sulit. Mengapa tidak, diriku yang sewaktu kecil adalah yang bebas dengan berbagai petualangan kecil.
Seseorang menjadi pintar atau tidak pintar itu perkara seberapa terang lenteranya (baca: guru) bisa mengarahkan jalan yang dituju. Saya menyadari bahwa sewaktu kecil, saya belum menemukan guru yang mau memperhatikan dan memahami apa yang saya butuhkan di kala itu. Menjadi sosok yang pintar itu mudah. Semua orang bisa menjadi pintar bila ia mau berusaha belajar dengan rajin. Namun, menjadi bijaksana itulah yang susah. Tidak semua orang bisa memaknai dan merefleksikan sesuatu.

Sekolah jika hanya bertujuan membuat seseorang menjadi pintar, itu adalah tujuan yang keliru. Seorang setelah menjadi pintar seharusnya beranjak dari model pintarnya menuju sosok yang bijaksana, sosok yang mencintai kebijaksanaan. Sosok yang berphiloshopia. Tentunya pintar saja tidak cukup, namun pengalaman, emosional dan spiritual.


Jumat, 12 Oktober 2012

Memaknai Buah Apel Matang yang Jatuh dari Pohonnya

Jogjakarta, senja menjelang, Minggu (7/10). Bersama beberapa rekan di Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat kami melaju pulang menuju kos kami. Hari itu, mendung menyapa kota Jogjakarta, tepat di hari ulang tahunnya. Kami baru saja menikmati wisata arum jeram di Magelang. Dengan sepeda motor yang melaju kencang, hujan pun menyapa kami. Terlanjur basah, rombongan kami tetap melawan derasnya hujan.
Tiba-tiba saya melihat tetesan air hujan yang menetes perlahan dari sebuah mobil. tetesan air hujan itu terus saja mengalir ke bawah, mencari tempat terendah. alhasil, saya pun kemudian merenung air saja yang benda mati masih saja selalu mencari tempat terendah untuk tergenang dan mencari kondisi paling tenang.
Sifat air yang tatkala selalu mencari tempat terendah ini menjadi bahan renungan yang luar biasa. Karena kita sebagai manusia yang diberi akal malah selalu mencari posisi setinggi mungkin sebagai alasan untuk angkuh dan diakui oleh manusia lainnya. Hemat saya, terlalu dangkal dan tidak elegan untuk ukuran manusia yang dibekali akal pikiran.
Begitupula  jika mengamati buah Apel yang matang di pohonnya. Kebiasaan buah apel akan selalu meninggalkan pohonnya dan terjatuh ke bawah. Tak jauh berbeda dengan air, ternyata apel pun mempraktikkan pola yang sama.Padi yang berisi pun akan semakin merunduk. Jadi, semua yang matang, berisi atau pun penuh itu seharusnya menjadi pribadi yang merendah (tidak angkuh). Namun, kekuatannya itu terletak pada metaberpikir seseorang. dan kesimpulan saya, hanya yang berisi, matang atau penuh itulah yang bisa mengolah metaberpikirnya untuk menuju sikap merendah diri.