About Me

Foto saya
makassar, Sulawesi selatan, Indonesia
Saya mencintai petualangan... otomatis saya menyukai tantangan.. Go Fight!

Translate

Minggu, 14 Oktober 2012

Tak Hanya Pintar (saja) Namun Bijaksana

Sejak di bangku Sekolah Dasar, batinku selalu bergejolak. Bertanya-tanya mengapa semua anak-anak harus sekolah. Padahal dengan bermain sepuasnya dengan alam adalah hal yang lebih dari cukup. Sejak kecil, saya tak pernah memahami mengapa kami harus belajar membaca, menghitung dan berbagai aktivitas belajar lainnya. Yang saya tahu dari proses belajar itu hanyalah teman-teman pintar dan mendapatkan rangking atau juara kelas. Benak diriku yang masih kecil saat itu, masa bodoh dengan juara dan sebagainya. Karena Saya yang begitu kecil lebih menyenangi bermain dengan alam dan lingkungan sekitarku (lingkungan pasar).

Sepulang sekolah saya memilih bermain. Berjalan sepuasnya mengelilingi Kota kecilku. Tak lupa saya selalu menyempatkan berjalan-jalan dengan kaki telanjang menuju pusat penjualan sayur. Melihat tanaman-tanaman kecil yang tumbuh di bawah para pedagang sayur membuatku merasa tak sabaran. Diriku yang Mungil ini pun segera mencari bekas tempat sabun colek dan mengisinya dengan tanah. Sungguh, saya dengan wajahku yang kumal ini telaten mencabuti tanaman-tanaman kecil (bibit tomat, lombok, semangka) dan kemudian saya memindahkannya dalam wadah bekas sabun itu.

Tanpa mengingat apa itu matematika, bahasa indonesia dan sebagainya, setiap hari saya hanya fokus pada tanaman-tanaman itu. Saya yang kecil, mulai bergegas menanamnya satu persatu. Hingga akhirnya tomat kecil berbuah, lombok biji, semangka hingga pepaya ku berbuah. Sangat senang rasanya.

Saya pada saat itu dianggap paling bodoh. Ketika semua anak-anak sibuk dengan ujian dan mengejar rangking, diriku malah tak mengerti apa-apa mengenai belajar yang baik seperti apa. Malah membaca pun sangat sulit. Mengapa tidak, diriku yang sewaktu kecil adalah yang bebas dengan berbagai petualangan kecil.
Seseorang menjadi pintar atau tidak pintar itu perkara seberapa terang lenteranya (baca: guru) bisa mengarahkan jalan yang dituju. Saya menyadari bahwa sewaktu kecil, saya belum menemukan guru yang mau memperhatikan dan memahami apa yang saya butuhkan di kala itu. Menjadi sosok yang pintar itu mudah. Semua orang bisa menjadi pintar bila ia mau berusaha belajar dengan rajin. Namun, menjadi bijaksana itulah yang susah. Tidak semua orang bisa memaknai dan merefleksikan sesuatu.

Sekolah jika hanya bertujuan membuat seseorang menjadi pintar, itu adalah tujuan yang keliru. Seorang setelah menjadi pintar seharusnya beranjak dari model pintarnya menuju sosok yang bijaksana, sosok yang mencintai kebijaksanaan. Sosok yang berphiloshopia. Tentunya pintar saja tidak cukup, namun pengalaman, emosional dan spiritual.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar