About Me

Foto saya
makassar, Sulawesi selatan, Indonesia
Saya mencintai petualangan... otomatis saya menyukai tantangan.. Go Fight!

Translate

Minggu, 27 Februari 2011

Tahun Penuh Tantangan

Detik-detik pergantian tahun, masyarakat Makassar larut dalam eforianya. Di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan, taburan kembang api tampak cantik di langit Tamalanrea. Telihat beberapa komunitas yang ikut memeriahkan indahnya hiasan petasan di hari itu. Pedagang terompet masih sibuk menjajakkan dagangannya. Beberapa pemain musik menutup tahun ini dengan bernyanyi di pinggir jalan. Tak ingin melewatkan momen sekali dalam setahun ini masyarakat berkumpul di beberapa titik, misalnya di daerah perumahan Bumi Tamalanrea Permai, Perumahan Telkomas, dan perumahan Dosen untuk menyaksikan pesona malam itu. Tak ketinggalan, beberapa Mahasiswa Universitas Hasanuddin (unhas) pun menikmati saat-saat menjelang tahun 2011 dari beberapa lokasi di kampus merah.

Tak jauh berbeda dengan pedagang, pemain musik di pinggir jalan, dan masyarakat, Unhas menutup tahun 2010 menuju 2011 dengan melakukan berbagai upaya pembenahan diri. Salah satunya dengan menuangkan harapan yang akan dicapai di tahun akan datang dalam Rencana Strategis (Renstra) 2011-2015. Dan perlu diketahui, tahun ini menjadi awal perjuangan Unhas dalam menggapai asanya. Khusus dari tubuh birokrasi, Semangat dalam mencapai harapan itu masih terus bergejolak.

Dalam perencanaannya, unhas menggadang visi strategis untuk menjadi universitas berstandar Internasional. Tak jauh berbeda dengan visi yang santer terdengar beberapa tahun terakhir ini. Di tengah ingar-bingar visinya, unhas kali ini terbilang serius. Hal ini dibuktikan dengan dihadirkannya kembali visi strategis dalam Renstra Unhas. Namun, banyak pihak yang menilai belum merasakan Unhas yang berstandar internasional. Dengan standar yang belum internasional saja, Unhas dinilai masih terseok-seok dalam memberikan pelayanan akademik. Belum lagi berbagai masalah lain yang menyangkut kemahasiswaan, manajemen keuangan maupun kerjasama. Beberapa pihak merasa pusang dengan visi strategis ini. Dan kecemasan yang lahir adalah visi ini hanya menjadi isapan jempol semata.

Tak hanya visi strategis, Unhas masih memegang visi universitas yakni menjadi pusat unggulan dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya berbasis benua maritim Indonesia. Visi ini agak berbeda dengan visi kebaharian yang mencuat di kalangan sivitas akademika. Berkat berbagai perdebatan mengenai sasaran kebaharian yang ingin dicapai Unhas, basis benua maritim pun kini menjadi basis dalam pencapaian cita-cita Unhas kedepan.

Merefleksi visi berbasis benua maritim ini, unhas luput melihat geliat sivitas akademika. Beberapa pihak merasa Unhas masih jauh dari pencapaian cita-citanya yang berbasis benua maritim. Sebagai universitas yang dikenal dengan ciri benua maritimnya, seyognya unhas menjadi patokan bila nasional atau internasional berbicara mengenai kemaritiman. Namun kenyatannya, Unhas lebih internasional di bidang medis. Hal Ini menjadi sorotan dan memicu berkembangnya kritik di beberapa kalangan.

Tidak sejalannya visi dan implementasi yang berlangsung di Unhas, seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi dari pihak birokrasi dalam mengambil kebijakan. Universitas menjadi ranah egaliter bagi setiap bidang keilmuan. Idealnya, pengembangan keilmuan yang heterogen mendapat perlakuan yang sama. Sangat disayangkan bila Unhas tidak memperhatikan potensi-potensi lain yang dapat membawa nama Unhas di kancah nasional maupun internasional. Nah, dengan begini secara otomatis, visi strategis menjadi universitas berstandar internasional dapat tercapai secara alamiah. Setiap bidang keilmuan berpacu melahirkan karya terbaik sesuai Tri Dharma perguruan tinggi dan melebarkan sayap Unhas di mata internasional.

Di Tahun penuh tantangan ini, Unhas diharapkan lebih berbenah diri lagi. Sivitas akademika menunggu kebijakan positif yang dapat mengembangkan potensi setiap fakultas. Di Unhas dominasi dan dikotomi seharusnya tak perlu terjadi. Perlu ada penyamarataan peran dan fungsi sehingga setiap bagian keilmuan merasa punya andil dalam pencapaian visi strategis maupun visi unhas. Memaksimalkan peran tiap bagian memang tak mudah, tapi bila diamati unhas memiliki tools (alat manajemen) untuk mencapai cita-citanya. Hal yang tak dapat dimunafikkan adalah unhas termasuk unggul dalam ketersediaan man, Sumber daya Manusia yakni Dosen pengajar yang kualitasnya tak jauh berbeda dengan universitas lainnya. Selain itu, unhas memiliki money, dimana unhas kerap mendapatkan bantuan dana dalam berbagai bentuk kerjasama. Kini hal yang perlu menjadi titik fokus universitas adalah methode. Namun, syarat metode yang baik adalah pelaksana yang melakukan metode harus mengerti dan memiliki pengalaman. Hanya dengan begitu, hasil dari tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.


Kekerasan

Sejak dalam kandungan, kekerasan ragawi telah ia saksikan dari bilik rahim. Sebilah pedang panjang dari tangan sang ayah perlahan mendekati perut buncit, tempat ia memperoleh kasih sayang dari ilahi. Dalam hitungan detik nyawa ibu dan dirinya yang masih dalam kandungan, hampir saja melayang akibat emosi sesaat. Beruntung si sulung dari delapan bersaudara, tiba-tiba menengahi posisi ayah yang sedang melayangkan pedang kesayangannya. Jari-jari tangan si Sulung pun bercucuran darah karena menahan pedang yang mengarah ke perut wanita yang ia kasihi. Ibu berserta calon bayinya pun tercekluk di atas lantai semen.
Kutipan cerita ini adalah segelintir kisah nyata yang menggambarkan kekerasan terhadap perempuan. Kisah ini mencerminkan perlakuan seorang suami kepada istri yang telah melampau batas. Hemat kata, suami tersebut telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap istri dan calon bayinya. Dan tanpa sadar, ia telah mengajarkan tindakan yang tidak etis-kekerasan- kepada calon bayi.
Kekerasan yang dimaksud dalam kutipan diatas, kekerasan langsung yang mengacu pada tindakan menyerang fisik atau psikologis seseorang secara langsung (Jamil Salmi, 2003). Kekerasan yang dimaksud lebih lanjut mencakup tindakan yang dapat menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia dalam pengertian yang luas, atau pelanggaran yang menghalangi manusia memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kekerasan dalam bahasa inggris disebut dengan istilah Violence. Kekerasan acap disandingkan dengan perempuan. Kekerasan pada perempuan dapat ditemui di dalam rumah tangga. Istri dan anak-anak seringkali menjadi korban perlakuan penyerangan terhadap kebebasan dan martabat pelaku (suami). Dan menurut Mahatma Gandhi, akarnya adalah kekayaan tanpa kerja, Kesenangan tanpa nurani, Pengetahuan tanpa watak, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan, Politik tanpa prinsip.
 Dulu, Kekerasan terhadap perempuan tak dipersoalkan. Seorang istri hanya bisa menerima dengan lapang bila dirinya diperlakukan kasar. Walau hati dan raganya terluka, ia masih dapat menerima dengan sabar. Begitu banyak cucuran air mata, namun ia masih dapat hidup dalam ketegaran batin. Baginya, mempertahankan rumah tangga, dan suami bersedia menghidupi keluarga menjadi alasan pembiaran kekerasan yang menimpa dirinya.
Tapi semenjak pemikiran kesetaraan gender hadir, perempuan pun tak ingin hidup dalam penindasan dan kesewenang-wenangan. Sebagai kaum yang dianggap lemah, perempuan mulai mencekut kesempatan yang tepat untuk meneriakkan anti kekerasan terhadap perempuan. Angka aktivitas kekerasan terhadap perempuan pun meningkat drastis. Angka kekerasan terhadap perempuan yang ditangani lembaga pengada layanan dari tahun 2007 ke 2008 meningkat dua kali lipat. Paningkatannya mencapai 213 persen yakni 25.522 kasus menjadi 54.425 kasus (http:id.shvoong.com). Keberanian perempuan dalam mengungkap cerita kelam tindakan kekerasan yang mereka peroleh diungkap secara serius . Penolakan violence ini juga disambut hangat oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat dan aktivis kesetaraan gender. 
Kekerasan tehadap perempuan secara psikis maupun secara fisik sepatutnya tak terjadi. Siapapun harus mengatakan tidak untuk kekerasan apapun pada perempuan. Begitu besarnya tugas perempuan, Tuhan mempercayakan seorang perempuan sebagai rumah (memiliki rahim) bagi manusia baru ciptaannya tuk mencicipi kasih sayang-Nya. Perempuanlah yang dipercayakan oleh sang Ilahi, bukan seorang laki-laki. Lantas, mengapa masih ada yang melakukan kekerasan pada sosok yang dipercayakan tuhan sebagai tempat untuk menikmati kasih sayang-Nya?
Simak
Baca secara fonetik
Menerjemahkan lebih dari 50 bahasa
Lakukan banyak hal dengan Google Terjemahan

PP No 66 2010 Sungguh menggelikan

Indonesia diibaratkan sebuah rumah tangga yang sedang bangkrut. Sebuah rumah tangga yang harus menjual murah perabotan dan berbagai hartanya. Indonesia telah menggadai berbagai Badan Usaha Milik Negara karena tak lagi mampu mengelola badan usaha tersebut. Setelah PT Freeport digadai di jaman Soeharto, PT Indosat digadai di jaman Megawati, terakhir PT Krakatau Steel pun harus direlakan oleh Indonesia tuk dijual pada pihak asing. Bila Negara tak mampu lagi mengelola dan membiayai maka jalan yang ada di otak pemerintah adalah menggadai dengan seenaknya.
Pemerintah berada dalam ketakberdayaannya. Tak lagi sanggup dibebani dengan berbagai biaya yang dibutuhkan oleh rakyat. Negara kita adalah Negara yang miskin. Miskin karena keserakahan dan ketamakan koruptor yang merajalela. Kemiskinan bangsa Indonesia tampak jelas pada kebijakan yang beberapa kali merugikan rakyat. Salah satunya pada persoalan subsidi Bahan Bakar Minyak. Tak hanya itu, biaya kesakitan pun kerap menjadi sorotan di media. Hingga menyekolahkan rakyatnya, pemerintah tak tahu harus berbuat apa lagi.
Sudah kebingungan dengan berbagai persoalan yang rumit di Negara kita, pemerintah kini menggadai pendidikan dengan cara liberalisasi. Tak mampu menyubsidi pendidikan, pemerintah ingin lepas tangan dengan mengomersialisasikan pendidikan. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya dengan melahirkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Namun, para aktivis terus menggeliat menolak UU BHP. Hingga pemerintah pun harus memutar otak tuk meligitimasi liberalisasi pendidikan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Tiba-tiba pikiran nyeleneh menghinggapi. Bila PP No 66 ini berlaku di Unhas, tak dapat dibayangkan bila semuanya serba disewakan. Sarana dan Prasarana dikenai biaya atau tarif. Sekarang, mungkin kita masih dapat memaklumi di dalam area kampus, kendaraan dikenakan biaya parkir atau untuk meminjam gedung milik universitas dikenakan biaya perawatan. Tapi, tak ada yang bisa memungkiri jika kelak, Water Closet (WC) di Unhas pun akan dikenakan tarif. Dengan pemakluman bahwa tanpa biaya perawatan, WC unhas bau dan tak layak pakai.
Hingga akhirnya semua orang akan melakukan pemakluman dengan menganut paham ujung-ujungnya Duit. Dengan dalih demi kemajuan dan pengembangan kualitas, setiap orang memaklumi dengan pasrah. Sungguh pemikiran yang tak bijak.
Yang menggelikan dalam PP ini adalah tameng pernyataan bahwa disediakan beasiswa bagi yang kurang mampu dan berprestasi. Hemat kata sungguh tak dapat dipercaya. Dalam teori kesehatan, kecerdasan dipengaruhi oleh status ekonomi. Kondisi ekonomi yang buruk berpengaruh pada asupan gizi seseorang. Dan akhirnya berefek pada tingkat kecerdasan. Jadi bagaimana mungkin si kurang mampu akan mendominasi kelas berprestasi. Oleh karena itu, janji dari PP 66 ini sedari awal sudah terbantahkan. Dan tak perlu lagi ada pembenaran tuk PP ini. Bagaimana mungkin pembuat kebijakan di Negara ini tak memikirkan hal ini. Sungguh ironi, bukankah pembuat kebijakan digaji untuk memikirkan mau dibawa kemana Negara ini?

Indonesia dan pergolakan di Mesir

Negara seribu menara sedang kacau. Negara yang dikenal dengan piramid giza itu, sedang berada dalam kondisi yang mencekam. Perjarahan dan kejahatan terjadi di beberapa titik. Situasi keamanan yang tak menentu membuat warga hidup dalam ketakutan. Kondisi ini terjadi karena bentrokan yang memanas selama beberapa hari di Mesir. Lapangan Tahrir, Kairo pun menjadi saksi bisu gerakan anti pemerintah yang sedang berlangsung. Lapangan ini menjadi pusat bergolaknya kekerasan antara kelompok penentang dan pendukung Presiden Mesir, Mohamed Hosni Mubarak.
Masyarakat mesir sedang melakukan revolusi. Sejak 25 januari, Mesir mengalami keguncangan. Tuntutan kelompok anti-pemerintah agar Hosni Mubarak lekas turun dari kursinya menelan ratusan korban. Sekira 4 ribu demonstran turun ke jalan menyatakan ketakpuasan mereka dengan rezim penindasan yang dilakukan oleh presiden yang telah menjabat selama lima periode tersebut. Ketakpuasan ini berawal dari penindasan berupa kemiskinan yang meluas, dan korupsi yang merajalela.
Mohamed Hosni Mubarak, telah menjadi Presiden Mesir selama kurang lebih 30 tahun. Sejak terpilih pada 1981, Pasca pembunuhan Presiden Mohammed Anwar El-Sadat, Mubarak menjalankan kekuasannya dengan sistem Semipresidensial Multipartai. Idealnya sistem kekuasaan ini dibagi antara presiden dengan perdana menterinya. Namun, dalam kenyataannya kekuasaan terpusat pada presiden. Dan hal inilah yang memicu revolusi yang kini terjadi di Mesir. Kekuasaan yang terpusat pada presiden membuat rakyat mesir didera kemiskinan dan korupsi yang merajalela.
Tuntutan rakyat mesir kini adalah Mubarak dapat segera turun dari kursinya. Namun, Mubarak malah menolak lengser dan berjanji tak akan maju dalam pemilihan presiden September nanti. Kelompok anti pemerintah pun merasa geram dan terus melakukan aksi kekecewaan mereka. Nyawa dan pertumpahan darah pun tak dapat dielakkan lagi.
Setelah 18 hari melakukan aksi penolakan terhadap Mubarak dan antek-anteknya, berbuah kursi kepemimpinannya goyah dan ia harus mundur dari jabatannya pada Jumat (11/2). Masyarakat Mesir pun bereforia merayakan kemenangan ini dan mereka mulai mengharapkan hidup yang lebih baik. Namun, rakyat Mesir tak cepat puas karena mereka tak menerima pidato Mubarak yang tak memenuhi keinginan rakyat.
Walau demikian Setidaknya kini masyarakat Mesir bangga menjadi bagian dari revolusi yang terjadi di Negara yang dialiri Sungai Nil tersebut. Hasil perjuangan mereka, walau telah menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan orang, hasil perjuangan mereka kini telah menumbangkan rezim yang telah menindas mereka selama ini.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? posisi Indonesia kini tak jauh berbeda dengan Mesir. Bila karut marut Mesir berada pada urutan ke 40-an, maka Indonesia berada pada urutan 60-an. Korupsi dan kemiskinan juga semakin merajalela. Angka kemiskinan yang berkembang di masyarakat, kenyataannya dua kali lipat dari angka yang pernah disebutkan oleh presiden sebagai salah satu keberhasilan dalam pemerintahannya. Dan ternyata itu semua hanya upaya pembohongan belaka. Angka sekitar 31,02 juta ditunjukkan oleh data dari Badan Pusat Statistik dari Sensus Penduduk 2010, padahal angka sebenarnya mencapai 60 jutaan lebih.
Sulitnya kehidupan di Negara yang dikenal dengan istilah gemah ripah ini juga ditandai dengan biaya hidup yang melangit. Masyarakat mulai tak dapat menjangkau harga-harga kebutuhan pokok yang ditawarkan oleh pasar. Dan daya beli mayarakat pun menurun karena ketakmampuan memperoleh pendapatan yang layak. Komplitlah penindasan yang terjadi. Korupsi, kemiskinan dan penderitaan menjadi satu kesatuan.
Kini, Indonesia sedang berdiam diri. Entah kapan, rakyat akan seberani dan serevolusioner masyarakat Mesir. Kondisi Mesir dan Indonesia tak jauh berbeda. Kini, Bangsa Indonesia belum melakukan apa-apa. Dan tak akan lama lagi Indonesia akan melakukan hal yang sama. Tak dapat dipungkiri, penolakan penindasan yang terjadi akan lebih ekstrim dari aksi yang dilakukan oleh rakyat Mesir.

Situs Peninggalan Jepang di Unhas

Matahari di Unhas mulai menyeruak menyinari pagi yang hangat, Jum’at (11/2). Saya beserta beberapa rekan wartawan bergerak menuju kawasan kera-kera Universitas Hasanuddin. Setelah melewati Laboratorium Fakultas Peternakan, akhirnya saya bersama rombongan sampai di dermaga yang menghubungkan kami menuju Desa Lakkang, Kecamatan Tallo.
Di dermaga, Hadrianti HDLasari beserta rekan yang lain pun bergabung dengan beberapa orang dari Dinas Pariwisata, Pemerintah setempat dan beberapa Tentara yang akan melakukan survei. Belakangan desa ini menarik perhatian bagi stake holder. Pasalnya, selain menjadi desa wisata di kota Makassar yang sumpek, desa ini menyimpan situs berharga, peninggalan pemerintah Jepang.
Beberapa menit kemudian, kami pun menaiki sebuah perahu yang dapat memuat sepuluh penumpang dan 3-4 kendaraan bermotor roda dua. Sekira tiga puluh menit kami melewati bantaran sungai Tallo. Beberapa perahu nelayan tampak melintas, menandakan keberadaan aktivitas nelayan di desa itu. Suasana penyeberangan seperti ini pun menjadi kesan yang langka. Di tengah hiruk pikuk kota Makassar yang sibuk, ternyata masih ada tempat yang nature laiknya Desa Lakkang.
Memasuki desa ini, di setiap sudut, mata tak dapat terlepas dari gelas dan botol-botol plastik yang bergelantungan. Kedua sampah plastik tersebut menjadi hiasan rumah-rumah warga. Ada yang memanfaatkannya sebagai pot bunga di sepanjang pagar rumah, adapula yang sekadar menjadikannya penghias jalanan. Uniknya, tak hanya satu rumah yang demikian, tapi setiap rumah yang saya temui khas dengan gelas dan botol plastiknya. Terlihat jelas bila warga mendaur ulang sampah plastik mereka.
Lakkang-Desa wisata yang tergolong komplit. Selain biaya yang murah, berwisata di desa ini juga memberikan iklim pendidikan yang memadai bagi pengunjungnya. Di desa yang memiliki luas 168 hektar ini menyimpan bukti sejarah penjajahan Jepang. Belakangan mencuat, di daerah yang berpenghuni 157 Kepala Keluarga ini menyimpan tujuh bungker peninggalan jepang.
Secara fisik, hanya ada empat bungker yang dapat ditemui. Namun, berkat penuturan warga Jepang yang beberapa bulan lalu mengadakan acara romantisme ulang tahun, sekaligus mengenang masa ketika ia menjadi prajurit, terkuaklah bahwa di desa Lakkang terdapat tujuh buah bungker yang memiliki fungsi yang berbeda.
“Sejak di Sekolah Dasar, saya suka bermain Gendrang Bulo di dalam Siteling (bahasa makassar yang berarti tempat bersembunyi),” ungkapnya semangat. Begitulah H Rahing (45) mengenang masa-masa kecilnya. Kala itu, ia dapat dengan mudah masuk ke dalam salah satu bungker. Namun, sayang, kini bungker tersebut telah tertimbun oleh pasir dan sampah. Menurutnya, bungker tersebut dapat memuat 10 orang dan memiliki luas 5x2 meter persegi.
Tujuh buah bungker tersebut disinyalir menjadi benteng pertahanan kecil-kecilan bagi tentara Jepang yang saat itu sedang menghadapi Belanda. Salah satu bungker yang diapit oleh dua bungker lainnya diperkirakan menjadi tempat peristirahatan bagi tentara Jepang saat itu. Ukurannya yang lebih besar daripada bungker yang lain dinilai menjadi tempat berkumpulnya tentara. Dan bungker ini diperkirakan terbagi dua menjadi dua bungker yang dapat memuat hingga 50 orang.
Dua bungker di sayap kanan dan sayap kiri diduga menjadi titik peletakan senjata. Di kedua sisi inilah diletakkan alat persenjataan dimana moncongnya menghadap kota Makassar yang ditujukan untuk melakukan penyerangan. Bungker di sayap kanan memiliki ukuran lebih besar dan dapat menampung 10-15 orang. Sedangkan bungker di sayap kiri hanya dapat dihuni dua orang saja. Maklum bungker di sayap kiri ini hanya untuk penembangan senjata berupa meriam. Dan merupakan tempat untuk pemasangan persenjataan.
Benteng kecil-kecilan ini juga memiliki gudang logistik. Salah satu bungker tersebut berada di antara rumah warga. Konstruksi fisik bungker logistik ini masih tampak. Tembok masih terlihat dengan jelas. Namun, dua tangga penghubung untuk memasuki bungker ini tertimbun tanah. Menurut Daeng Nyampa (60), di bungker ini ada tujuh anak tangga dan luasnya sekira dua petak dan dahulu menurut cerita almarhum ayahnya yang juga saksi sejarah, bungker tersebut diperuntukkan untuk menyimpan beras.
Satu bungker yang berdekatan dengan bungker logistik berada di dalam rumah seorang warga. Namun, fungsi bungker ini belum diketahui secara pasti. Tentara yang melakukan survey pada saat itu hanya dapat memperkirakan bila bungker tersebut juga diperuntukkan tuk logistik. Dan satu bungker lainnya yang berada di bawah pondasi rumah warga, namun temboknya masih dapat diamati, diperkirakan menjadi tempat penyimpanan alat-alat bersenjata seperti gudang peluru.
Tak menyangka di sekitar kampus terdapat situs bersejarah, dinas pariwisata pun memanfaatkan penemuan ini tuk memaksimalkan desa ini menjadi desa wisata di kota Makassar. Gaung desa ini pun tak tanggung-tanggung. Hingga staf menteri Dinas pariwisata berkunjung dan merespon bila desa ini telah memenuhi kriteria sebagai desa wisata.
Dari segi pendidikan, desa Lakkang cocok bagi sejarawan atau arkeolog yang hendak meneliti। Temuan yang kini diperoleh berdasarkan survei masih membutuhkan berbagai analisis yang lebih mendalam. Ada lokasi penelitian yang dekat dengan kampus kita, sebaiknya dimanfaaatkan dengan baik.
Tak hanya itu, desa Lakkang sebagai desa wisata menawarkan pesona yang tak kalah jauh dengan tanjung bayang. Suasana menyeberangi sungai Tallo menjadi daya tarik yang tak dimiliki tempat wisata lainnya. Pengunjung dapat membawa motor atau sepeda karena ada perahu yang senantiasa membawa pengunjung tuk menyeberangi sungai.