Sejak dalam kandungan, kekerasan ragawi telah ia saksikan dari bilik rahim. Sebilah pedang panjang dari tangan sang ayah perlahan mendekati perut buncit, tempat ia memperoleh kasih sayang dari ilahi. Dalam hitungan detik nyawa ibu dan dirinya yang masih dalam kandungan, hampir saja melayang akibat emosi sesaat. Beruntung si sulung dari delapan bersaudara, tiba-tiba menengahi posisi ayah yang sedang melayangkan pedang kesayangannya. Jari-jari tangan si Sulung pun bercucuran darah karena menahan pedang yang mengarah ke perut wanita yang ia kasihi. Ibu berserta calon bayinya pun tercekluk di atas lantai semen.
Kutipan cerita ini adalah segelintir kisah nyata yang menggambarkan kekerasan terhadap perempuan. Kisah ini mencerminkan perlakuan seorang suami kepada istri yang telah melampau batas. Hemat kata, suami tersebut telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap istri dan calon bayinya. Dan tanpa sadar, ia telah mengajarkan tindakan yang tidak etis-kekerasan- kepada calon bayi.
Kekerasan yang dimaksud dalam kutipan diatas, kekerasan langsung yang mengacu pada tindakan menyerang fisik atau psikologis seseorang secara langsung (Jamil Salmi, 2003). Kekerasan yang dimaksud lebih lanjut mencakup tindakan yang dapat menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia dalam pengertian yang luas, atau pelanggaran yang menghalangi manusia memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kekerasan dalam bahasa inggris disebut dengan istilah Violence. Kekerasan acap disandingkan dengan perempuan. Kekerasan pada perempuan dapat ditemui di dalam rumah tangga. Istri dan anak-anak seringkali menjadi korban perlakuan penyerangan terhadap kebebasan dan martabat pelaku (suami). Dan menurut Mahatma Gandhi, akarnya adalah kekayaan tanpa kerja, Kesenangan tanpa nurani, Pengetahuan tanpa watak, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan, Politik tanpa prinsip.
Dulu, Kekerasan terhadap perempuan tak dipersoalkan. Seorang istri hanya bisa menerima dengan lapang bila dirinya diperlakukan kasar. Walau hati dan raganya terluka, ia masih dapat menerima dengan sabar. Begitu banyak cucuran air mata, namun ia masih dapat hidup dalam ketegaran batin. Baginya, mempertahankan rumah tangga, dan suami bersedia menghidupi keluarga menjadi alasan pembiaran kekerasan yang menimpa dirinya.
Tapi semenjak pemikiran kesetaraan gender hadir, perempuan pun tak ingin hidup dalam penindasan dan kesewenang-wenangan. Sebagai kaum yang dianggap lemah, perempuan mulai mencekut kesempatan yang tepat untuk meneriakkan anti kekerasan terhadap perempuan. Angka aktivitas kekerasan terhadap perempuan pun meningkat drastis. Angka kekerasan terhadap perempuan yang ditangani lembaga pengada layanan dari tahun 2007 ke 2008 meningkat dua kali lipat. Paningkatannya mencapai 213 persen yakni 25.522 kasus menjadi 54.425 kasus (http:id.shvoong.com). Keberanian perempuan dalam mengungkap cerita kelam tindakan kekerasan yang mereka peroleh diungkap secara serius . Penolakan violence ini juga disambut hangat oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat dan aktivis kesetaraan gender.
Kekerasan tehadap perempuan secara psikis maupun secara fisik sepatutnya tak terjadi. Siapapun harus mengatakan tidak untuk kekerasan apapun pada perempuan. Begitu besarnya tugas perempuan, Tuhan mempercayakan seorang perempuan sebagai rumah (memiliki rahim) bagi manusia baru ciptaannya tuk mencicipi kasih sayang-Nya. Perempuanlah yang dipercayakan oleh sang Ilahi, bukan seorang laki-laki. Lantas, mengapa masih ada yang melakukan kekerasan pada sosok yang dipercayakan tuhan sebagai tempat untuk menikmati kasih sayang-Nya?
Tapi semenjak pemikiran kesetaraan gender hadir, perempuan pun tak ingin hidup dalam penindasan dan kesewenang-wenangan. Sebagai kaum yang dianggap lemah, perempuan mulai mencekut kesempatan yang tepat untuk meneriakkan anti kekerasan terhadap perempuan. Angka aktivitas kekerasan terhadap perempuan pun meningkat drastis. Angka kekerasan terhadap perempuan yang ditangani lembaga pengada layanan dari tahun 2007 ke 2008 meningkat dua kali lipat. Paningkatannya mencapai 213 persen yakni 25.522 kasus menjadi 54.425 kasus (http:id.shvoong.com). Keberanian perempuan dalam mengungkap cerita kelam tindakan kekerasan yang mereka peroleh diungkap secara serius . Penolakan violence ini juga disambut hangat oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat dan aktivis kesetaraan gender.
Kekerasan tehadap perempuan secara psikis maupun secara fisik sepatutnya tak terjadi. Siapapun harus mengatakan tidak untuk kekerasan apapun pada perempuan. Begitu besarnya tugas perempuan, Tuhan mempercayakan seorang perempuan sebagai rumah (memiliki rahim) bagi manusia baru ciptaannya tuk mencicipi kasih sayang-Nya. Perempuanlah yang dipercayakan oleh sang Ilahi, bukan seorang laki-laki. Lantas, mengapa masih ada yang melakukan kekerasan pada sosok yang dipercayakan tuhan sebagai tempat untuk menikmati kasih sayang-Nya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar